Kamis, 10 November 2011

BUNG TOMO ANGKAT “BAMBU” ANE ANGKAT “PENA”


“Berikan aku 10 Pemuda, maka 10 pemuda tersebut cukup untuk mengguncang dunia”...“Masa depan  suatu negara 20 tahun kedepan ditentukan oleh kondisi pemudanya saat ini”...” Merdeka atau Mati...”

 Kaliamat-kalimat tidak asing  yang selalu hinggap dibenak kita, salah satunya merupakan cuplikan pidato Bung Tomo yang kerap kali diucapkan oleh motivator bahkan guru-guru yang ada di Indonesia ketika membangkitkan euforia patriotisme kepahlawanan.   10 November, tanggal yang sangat dejavu di telinga kalangan masyarakat Indonesia. Tanggal tersebut memiliki makna yang sangat luar biasa bagi bangsa ini, yaitu hari dimana para pahlawan Indonesia terdahulu tertatih  dan letih memperjuangkan Negara kita tercinta dengan gigih. Kisah-kisah heroikpun menjadi salah satu solusi rangkuman seluruh cerita tentang kepahlawanan  negeri ini. Tidak heran jika, Indonesia memiliki pemuda yang memiliki jiwa-jiwa kepahlawan, untuk memperjuangkan hak-haknya saat ini. Hak-hak yang bangkit dari idealisme seorang pemuda, yang tidak ingin di bantah, dan tidak suka dikekang. 

Apakah semua pemuda Indonesia sadar tentang beban yang tersemat  pada tanggal keramat 10 November tersebut? Mengapa pemuda dahulu tidak sama dengan pemuda sekarang? Siapa yang disalahkan? Pemerintah? Jika Pemuda yang salah, apakah mereka sadar akan tulisan ini, atau jika pemerintah yang salah dalam mengurus “pemuda” , apakah tulisan ini perlu dikirimkan kepada para petinggi-petinggi negara kita?  Mengingat  masa lalu tentang sejarah kepahlawanan penuh dengan kesusahan dan ketidaknyamanan. Mulai dari keadaan Pemerintah, masyarakat sekitar, kondisi Alam dan geografis, bahkan masyarakatnya. Dahulu, Negara ini tidak se-“digital” sekarang, semua serba “Analog”,  dulu negara kita diperintah-perintah oleh negara-negara bertuhan  yang tidak jelas, tetapi pemuda-pemuda dulu  pemberani, punya integritas yang tinggi sampai memberikan kontribusi  nyata untuk saat ini. Kontribusi yang diberikan adalah saat dimana kita tidak perlu mengerahkan tenaga hingga pembuluh vena terlihat diantara batang leher. 

Kejenuhan yang melanda setiap orang yang membaca, atau mendengar tentang realita pemuda saat ini. Meneriakkan ketidak sinkronan pemuda dengan tanggung jawab- tanggung jawab yang seharusnya di konkritkan. Tidak akan mampu bahkan sangat tidak mungkin untuk membangkitkan  rasa patriotisme jiwa kepahlawanan yang terdahulu dan  saat ini.

Umumnya Pemuda di Indonesia sekarang, menyukai segala sesuatu yang praktis, tidak suka di kritik tetapi lebih banyak apatis, menggembar gembor keoptimisan yang membuat diri pesimis. mengeksistensikan ideologi yang sangat jauh dari poin-poin kepahlawanan. Tidak semua pemuda, apalagi dikalangan pelajar mau bersusah-susah memacetkan jalan dengan berteriak dan  menunjukkan keeksistensiannya terhadap sesuatu yang diaspirasikan. Di antara yang berteriak pun ada juga yang hanya sekedar berteriak membuang-buang tenaga.  Lalu Pemuda harus bagaimana? Aktif? Optimis?

Semua benar adanya. Setiap pemuda memiliki persepsi tersendiri tentang bagaimana cara berkontribusi untuk negri ini dengan caranya sendiri. Ada dua jenis pengabdian yang dilakukan oleh para pemuda saat ini, kalau tidak eksis di depan umum, ya.. di belakang layar. Kondisi saat ini cenderung kepada pemuda yang eksis di depan umum. Tentu saja tidak salah. Pemuda sebagai alat komunikasi serta perantara dari pemerintah kepada rakyat. Banyak dari kita mencemooh kegiatan yang mengeksiskan diri di depan umum, padahal sebagian dari kitapun tidak sadar bahwa karena kegiatan  mengeksiskan diri itulah,  lembaga yang disindir mulai bergerak menuju perubahan lebih baik.   

Dari segelumit permasalahan yang dialami, merujuk pada sebuah pertanyaan yang menjadi sebuah ambang kesimpulan untuk menyelesaikan persoalan pelik negeri ini. Mungkinkah Pemuda Indonesia Menjadi seorang  Pahlawan? Mendengar atau  membaca kata pemuda saja, mungkin dalam benak masing-masing mengungkapkan tentang keanarkisan , generasi yang masa bodoh, orang-orang yang merasa dihargai, segerombolan orang yang aktif dan apatis, cenderung saling menjelekkan dan pemikiran yang paling luar biasa adalah  sebagai barometer kemajuan bangsa. Sebenarnya banyak sekali solusi yang sudah tersedia dan tinggal dijalankan saja. Salah satunya, seperti yang diungkapkan Menpora Andi Mallarangeng , mengatakan bahwa pemuda saat ini harus menguasai tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa asing minimal 1, dan bahasa daerah, syukur-syukur pemuda yang bersekolah, bagaiman nasib yang tidak mengecap lembaga pendidikan sebagai media pengetahuan bahasa? . Atau bahkan, tidak perlu menunggu solusi yang keluar dari mulut petinggi negeri, cukup dengan inisiatif sendiri memajukan negeri ini.

Dalam kacamata islam, sesungguhnya hal seperti ini sangatlah mudah diatasi. Bagaimana tidak, semua permasalahan timbul dari setiap jiwa yang tidak tenang hatinya. Kemudian, berkumpulah hati yang tidak tenang tersebut, sehingga menjadi sebuah masalah besar, dan susah untuk diselesaikan.  Keyakinan yang sudah berurat dan mendarah daging dalam diri ini terkoyak hanya dengan budaya kolonialisme, kapitalisme, dan yang paling terkenal adalah liberalisme, yang sejatinya telah menjajah tanah air ini terdahulu.  Merasuk pada idealisme, kemudaian perlahan mengubah tingkah laku, moral, dan bersikap. Wajar jika semua pandangan tentang pemuda saat ini hanyalah tentang keburukan. Apakah kita harus apatis dengan budaya-budaya yang mempengaruhi kita? Tentu saja tidak. Pemuda merupakan “agent of change” , tetapi agent of change yang diharapkan disini adalah change to the better, bukan change to the worst.  Moral adalah salah satu sasaran perbaikan diri yang paling efektif, karena tanpa moral, pemuda adalah hanya sebuah bola yang menggelinding tanpa arah.  Ketika Moral bersumber dari segala sesuatu yang maha baik, yaitu Allah swt, mengajak yang lain menuju kebaikan pun sangat mudah, walaupun dengan melewati berbagai macam  tantangan.

 Bahkan, Allah swt juga memberikan pembicaraan khusus terhadap pemuda yang diabadikan dalam surat al-Kahfi [18]: 13
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”
Ada hal yang menarik untuk dicermati dari ungkapan Allah swt dalam ayat di atas, dimana Allah menggunakan kata naba’ untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). Kata naba’ secara harfiyah berarti berita. Di dalam al-Qur’an kata Naba’ biasanya dipakai untuk menyebutkan berita-berita besar yang mengejutkan dan mengandung kehebatan. dalam al-Qur’an, salah satunya Allah swt gunakan untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa, seperti yang disebutkan dalam surat al-Kahfi [18]: 13. Hal itu mengandung sebuah isyarat bahwa pemuda adalah kelompok elit dalam masyarakat yang selalu menciptakan berita-berita besar yang mengejutkan sekaligus mencengangkan. Para pemuda adalah orang yang selalu membuat sensasi dan gebrakan serta perubahan yang menggemparkan. Bahkan, para pemuda adalah kelompok yang selalu ditakuti oleh para penguasa, seperti yang terjadi dengan pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). 

Perjalanan sejarah bangsa Indonesia telah membuktikan, bahwa betapa pemuda menjadi tonggak penentu perjalanan sejarah bangsa ini. Mulai dari ide nasionalisme yang muncul dari kalangan pemuda dan mereka juga yang mewujudkannya dalam bentuk organisasi kepemudaan yang puncaknya adalah Budi Utomo dan kemudian melahirkan sumpah pemuda. Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, merebutnya serta mempertahankanya kembali, adalah dilakukan oleh para pemuda bangsa ini. Tumbangnya rezim orde lama dan orde baru, juga dilakukan oleh para pemuda, begitulah seterusnya bahwa perjalanan suatu bangsa adalah ditentukan oleh para pemudanya. 
Itulah hakikat para pemuda, yang akan selalu menciptakan hal-hal-besar dan mengejutkan. Dan cerita itu akan selalu tercipta sepanjang masa sesuai bentuk pengungkapan Allah swt terhadap kata naqushshu (Kami ceritakan) yang diungkapkan dalam bentuk kata kerja masa kini dan akan datang serta berkelanjutan (fi’l al-mudhâri’). Akan tetapi, jika para pemuda suatu bangsa “diam seribu bahasa” melihat apa yang terjadi pada bangsanya, maka mereka bukanlah pemuda menurut al-Qur’an. Begitu juga, jika pemudanya tidak mampu menciptakan sesuatu yang besar bagi diri, masyarakat, dan bangsanya maka tentu mereka bukanlah pemuda seperti yang dimaksud al-Qur’an. 

Begitu Mulianya Pemuda dalam al-Qur’an, sampai-sampai pemuda sendiri pun lalai akan tugasnya. Sebelum adanya teriakan Bung Tomo, sebelum di kumandangkannya jargon tentang pemuda dan lainnya, sesungguhnya sudah diperintahkan dalam sebuah Al-qur’an tentang seberapa besar pengaruh para pemuda. Jadi siapa yang harusnya disalahkan?  Pemuda atau Pemerintah? Apakah sekarang salah jika sekelompok pemuda turun ke jalan, menciptakan hal-hal besar untuk mengingatkan tugas pokok pemerintah yang sudah terlalaikan? Atau lebih memilih mengangkat pena, dan menuliskan semua aspirasi dan kebenaran ? Jika para pemuda yang bersalah, maka introspeksi dirilah, sangat tidak etis ketika kita menyalahi segala sesuatu disekitar kita yang sejatinya masalah tersebut timbul dari diri kita sendiri, jika Aksi merupakan jalan terbaik  maka beraksilah untuk negeri, ingatkan para orang pikun tentang tugasnya pada negeri ini, dan jika memang dari sebuah coretan pena seharga Rp.1000 lebih membuat setiap jiwa tertohok dengan karya tulis untuk menguak kesadaran setiap kewajiban, maka menulislah. Sehingga penobatan pahlawan untuk para pemuda mendatang bukanlah sebuah bayangan yang tak bisa digapai, akan tetapi dapat disematkan dengan bangga di setiap jiwa pemuda. Menginjak lembaran awal dengan memperbaiki akhlak, moral, serta sikap. Siapapun akan merasa tertarik jika semua sudah di koneksikan dengan sang maha Kuasa. Sang maha pemberi petunjuk.

Transformasi tidak menunggu kata “nanti” untuk menjadi lebih baik. Tulisan  ini pun tidak diperuntukkan untuk pemuda-pemuda pecundang, bermental kerupuk, yang masih terkekeh diatas kursinya. Tulisan ini diperuntukkan untuk pemuda yang memiliki jiwa bergerola tanpa asa, sebagai mujahid bangsa dan agama untuk mengguncang dunia.


2 komentar:

  1. cerita Al Kahfi juga dijadikan org2 Yahudi & Nasrani sebagai cembuk pemacu semangat para pemudanya..
    nice post salam kenal ya Tartillah.. semoga pemuda sekarang masih berjiwa muda sebenarnya seperti dulu, bukan pecundang,bermental kerupuk, yang masih terkekeh diatas kursi & yg menangisi kukunya tergores.. InsyaAllah

    BalasHapus
  2. wah.. aku baru lihat komen mas syahru, hohoho ini essay yang gagal terkirim hahaha makanya di posting. Syukron sudah membaca haha

    BalasHapus

ngutip ^^

Kisah Sahabat