Beelzebub 41 [sub indo]
let's commets
Sabtu, 12 November 2011
Kamis, 10 November 2011
BUNG TOMO ANGKAT “BAMBU” ANE ANGKAT “PENA”
“Berikan
aku 10 Pemuda, maka 10 pemuda tersebut cukup untuk mengguncang dunia”...“Masa
depan suatu negara 20 tahun kedepan
ditentukan oleh kondisi pemudanya saat ini”...” Merdeka atau Mati...”
Kaliamat-kalimat tidak asing yang selalu hinggap dibenak kita, salah
satunya merupakan cuplikan pidato Bung Tomo yang kerap kali diucapkan oleh
motivator bahkan guru-guru yang ada di Indonesia ketika membangkitkan euforia
patriotisme kepahlawanan. 10 November,
tanggal yang sangat dejavu di telinga kalangan masyarakat Indonesia. Tanggal
tersebut memiliki makna yang sangat luar biasa bagi bangsa ini, yaitu hari
dimana para pahlawan Indonesia terdahulu tertatih dan letih memperjuangkan Negara kita tercinta
dengan gigih. Kisah-kisah heroikpun menjadi salah satu solusi rangkuman seluruh
cerita tentang kepahlawanan negeri ini.
Tidak heran jika, Indonesia memiliki pemuda yang memiliki jiwa-jiwa kepahlawan,
untuk memperjuangkan hak-haknya saat ini. Hak-hak yang bangkit dari idealisme
seorang pemuda, yang tidak ingin di bantah, dan tidak suka dikekang.
Apakah
semua pemuda Indonesia sadar tentang beban yang tersemat pada tanggal keramat 10 November tersebut?
Mengapa pemuda dahulu tidak sama dengan pemuda sekarang? Siapa yang disalahkan?
Pemerintah? Jika Pemuda yang salah, apakah mereka sadar akan tulisan ini, atau
jika pemerintah yang salah dalam mengurus “pemuda” , apakah tulisan ini perlu
dikirimkan kepada para petinggi-petinggi negara kita? Mengingat masa lalu tentang sejarah kepahlawanan penuh
dengan kesusahan dan ketidaknyamanan. Mulai dari keadaan Pemerintah, masyarakat
sekitar, kondisi Alam dan geografis, bahkan masyarakatnya. Dahulu, Negara ini
tidak se-“digital” sekarang, semua serba “Analog”, dulu negara kita diperintah-perintah oleh
negara-negara bertuhan yang tidak jelas,
tetapi pemuda-pemuda dulu pemberani, punya
integritas yang tinggi sampai memberikan kontribusi nyata untuk saat ini. Kontribusi yang
diberikan adalah saat dimana kita tidak perlu mengerahkan tenaga hingga
pembuluh vena terlihat diantara batang leher.
Kejenuhan
yang melanda setiap orang yang membaca, atau mendengar tentang realita pemuda saat
ini. Meneriakkan ketidak sinkronan pemuda dengan tanggung jawab- tanggung jawab
yang seharusnya di konkritkan. Tidak akan mampu bahkan sangat tidak mungkin
untuk membangkitkan rasa patriotisme
jiwa kepahlawanan yang terdahulu dan saat ini.
Umumnya
Pemuda di Indonesia sekarang, menyukai segala sesuatu yang praktis, tidak suka
di kritik tetapi lebih banyak apatis, menggembar gembor keoptimisan yang
membuat diri pesimis. mengeksistensikan ideologi yang sangat jauh dari
poin-poin kepahlawanan. Tidak semua pemuda, apalagi dikalangan pelajar mau
bersusah-susah memacetkan jalan dengan berteriak dan menunjukkan keeksistensiannya terhadap sesuatu
yang diaspirasikan. Di antara yang berteriak pun ada juga yang hanya sekedar
berteriak membuang-buang tenaga. Lalu Pemuda
harus bagaimana? Aktif? Optimis?
Semua
benar adanya. Setiap pemuda memiliki persepsi tersendiri tentang bagaimana cara
berkontribusi untuk negri ini dengan caranya sendiri. Ada dua jenis pengabdian
yang dilakukan oleh para pemuda saat ini, kalau tidak eksis di depan umum, ya..
di belakang layar. Kondisi saat ini cenderung kepada pemuda yang eksis di depan
umum. Tentu saja tidak salah. Pemuda sebagai alat komunikasi serta perantara
dari pemerintah kepada rakyat. Banyak dari kita mencemooh kegiatan yang
mengeksiskan diri di depan umum, padahal sebagian dari kitapun tidak sadar
bahwa karena kegiatan mengeksiskan diri
itulah, lembaga yang disindir mulai
bergerak menuju perubahan lebih baik.
Dari
segelumit permasalahan yang dialami, merujuk pada sebuah pertanyaan yang
menjadi sebuah ambang kesimpulan untuk menyelesaikan persoalan pelik negeri
ini. Mungkinkah Pemuda Indonesia Menjadi seorang Pahlawan? Mendengar atau membaca kata pemuda saja, mungkin dalam benak
masing-masing mengungkapkan tentang keanarkisan , generasi yang masa bodoh,
orang-orang yang merasa dihargai, segerombolan orang yang aktif dan apatis,
cenderung saling menjelekkan dan pemikiran yang paling luar biasa adalah sebagai barometer kemajuan bangsa. Sebenarnya
banyak sekali solusi yang sudah tersedia dan tinggal dijalankan saja. Salah satunya,
seperti yang diungkapkan Menpora Andi Mallarangeng , mengatakan bahwa pemuda
saat ini harus menguasai tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia, bahasa asing
minimal 1, dan bahasa daerah, syukur-syukur pemuda yang bersekolah, bagaiman
nasib yang tidak mengecap lembaga pendidikan sebagai media pengetahuan bahasa? .
Atau bahkan, tidak perlu menunggu solusi yang keluar dari mulut petinggi
negeri, cukup dengan inisiatif sendiri memajukan negeri ini.
Dalam
kacamata islam, sesungguhnya hal seperti ini sangatlah mudah diatasi. Bagaimana
tidak, semua permasalahan timbul dari setiap jiwa yang tidak tenang hatinya.
Kemudian, berkumpulah hati yang tidak tenang tersebut, sehingga menjadi sebuah
masalah besar, dan susah untuk diselesaikan.
Keyakinan yang sudah berurat dan mendarah daging dalam diri ini terkoyak
hanya dengan budaya kolonialisme, kapitalisme, dan yang paling terkenal adalah
liberalisme, yang sejatinya telah menjajah tanah air ini terdahulu. Merasuk pada idealisme, kemudaian perlahan
mengubah tingkah laku, moral, dan bersikap. Wajar jika semua pandangan tentang
pemuda saat ini hanyalah tentang keburukan. Apakah kita harus apatis dengan
budaya-budaya yang mempengaruhi kita? Tentu saja tidak. Pemuda merupakan “agent
of change” , tetapi agent of change yang diharapkan disini adalah change to the
better, bukan change to the worst. Moral
adalah salah satu sasaran perbaikan diri yang paling efektif, karena tanpa
moral, pemuda adalah hanya sebuah bola yang menggelinding tanpa arah. Ketika Moral bersumber dari segala sesuatu
yang maha baik, yaitu Allah swt, mengajak yang lain menuju kebaikan pun sangat
mudah, walaupun dengan melewati berbagai macam
tantangan.
Bahkan, Allah swt juga
memberikan pembicaraan khusus terhadap pemuda yang diabadikan dalam surat
al-Kahfi [18]: 13
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”
Ada hal yang menarik untuk dicermati dari ungkapan Allah swt dalam ayat di atas, dimana Allah menggunakan kata naba’ untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). Kata naba’ secara harfiyah berarti berita. Di dalam al-Qur’an kata Naba’ biasanya dipakai untuk menyebutkan berita-berita besar yang mengejutkan dan mengandung kehebatan. dalam al-Qur’an, salah satunya Allah swt gunakan untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa, seperti yang disebutkan dalam surat al-Kahfi [18]: 13. Hal itu mengandung sebuah isyarat bahwa pemuda adalah kelompok elit dalam masyarakat yang selalu menciptakan berita-berita besar yang mengejutkan sekaligus mencengangkan. Para pemuda adalah orang yang selalu membuat sensasi dan gebrakan serta perubahan yang menggemparkan. Bahkan, para pemuda adalah kelompok yang selalu ditakuti oleh para penguasa, seperti yang terjadi dengan pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf).
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.”
Ada hal yang menarik untuk dicermati dari ungkapan Allah swt dalam ayat di atas, dimana Allah menggunakan kata naba’ untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf). Kata naba’ secara harfiyah berarti berita. Di dalam al-Qur’an kata Naba’ biasanya dipakai untuk menyebutkan berita-berita besar yang mengejutkan dan mengandung kehebatan. dalam al-Qur’an, salah satunya Allah swt gunakan untuk menyebutkan cerita sekelompok pemuda penghuni goa, seperti yang disebutkan dalam surat al-Kahfi [18]: 13. Hal itu mengandung sebuah isyarat bahwa pemuda adalah kelompok elit dalam masyarakat yang selalu menciptakan berita-berita besar yang mengejutkan sekaligus mencengangkan. Para pemuda adalah orang yang selalu membuat sensasi dan gebrakan serta perubahan yang menggemparkan. Bahkan, para pemuda adalah kelompok yang selalu ditakuti oleh para penguasa, seperti yang terjadi dengan pemuda penghuni goa (ashhâb al-kahf).
Perjalanan sejarah
bangsa Indonesia telah membuktikan, bahwa betapa pemuda menjadi tonggak penentu
perjalanan sejarah bangsa ini. Mulai dari ide nasionalisme yang muncul dari
kalangan pemuda dan mereka juga yang mewujudkannya dalam bentuk organisasi kepemudaan
yang puncaknya adalah Budi Utomo dan kemudian melahirkan sumpah pemuda.
Perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia, merebutnya serta mempertahankanya
kembali, adalah dilakukan oleh para pemuda bangsa ini. Tumbangnya rezim orde
lama dan orde baru, juga dilakukan oleh para pemuda, begitulah seterusnya bahwa
perjalanan suatu bangsa adalah ditentukan oleh para pemudanya.
Itulah hakikat para pemuda, yang akan selalu menciptakan hal-hal-besar dan mengejutkan. Dan cerita itu akan selalu tercipta sepanjang masa sesuai bentuk pengungkapan Allah swt terhadap kata naqushshu (Kami ceritakan) yang diungkapkan dalam bentuk kata kerja masa kini dan akan datang serta berkelanjutan (fi’l al-mudhâri’). Akan tetapi, jika para pemuda suatu bangsa “diam seribu bahasa” melihat apa yang terjadi pada bangsanya, maka mereka bukanlah pemuda menurut al-Qur’an. Begitu juga, jika pemudanya tidak mampu menciptakan sesuatu yang besar bagi diri, masyarakat, dan bangsanya maka tentu mereka bukanlah pemuda seperti yang dimaksud al-Qur’an.
Itulah hakikat para pemuda, yang akan selalu menciptakan hal-hal-besar dan mengejutkan. Dan cerita itu akan selalu tercipta sepanjang masa sesuai bentuk pengungkapan Allah swt terhadap kata naqushshu (Kami ceritakan) yang diungkapkan dalam bentuk kata kerja masa kini dan akan datang serta berkelanjutan (fi’l al-mudhâri’). Akan tetapi, jika para pemuda suatu bangsa “diam seribu bahasa” melihat apa yang terjadi pada bangsanya, maka mereka bukanlah pemuda menurut al-Qur’an. Begitu juga, jika pemudanya tidak mampu menciptakan sesuatu yang besar bagi diri, masyarakat, dan bangsanya maka tentu mereka bukanlah pemuda seperti yang dimaksud al-Qur’an.
Begitu
Mulianya Pemuda dalam al-Qur’an, sampai-sampai pemuda sendiri pun lalai akan
tugasnya. Sebelum adanya teriakan Bung Tomo, sebelum di kumandangkannya jargon tentang
pemuda dan lainnya, sesungguhnya sudah diperintahkan dalam sebuah Al-qur’an
tentang seberapa besar pengaruh para pemuda. Jadi siapa yang harusnya
disalahkan? Pemuda atau Pemerintah?
Apakah sekarang salah jika sekelompok pemuda turun ke jalan, menciptakan
hal-hal besar untuk mengingatkan tugas pokok pemerintah yang sudah terlalaikan?
Atau lebih memilih mengangkat pena, dan menuliskan semua aspirasi dan kebenaran
? Jika para pemuda yang bersalah, maka introspeksi dirilah, sangat tidak etis
ketika kita menyalahi segala sesuatu disekitar kita yang sejatinya masalah
tersebut timbul dari diri kita sendiri, jika Aksi merupakan jalan terbaik maka beraksilah untuk negeri, ingatkan para
orang pikun tentang tugasnya pada negeri ini, dan jika memang dari sebuah
coretan pena seharga Rp.1000 lebih membuat setiap jiwa tertohok dengan karya
tulis untuk menguak kesadaran setiap kewajiban, maka menulislah. Sehingga penobatan
pahlawan untuk para pemuda mendatang bukanlah sebuah bayangan yang tak bisa
digapai, akan tetapi dapat disematkan dengan bangga di setiap jiwa pemuda.
Menginjak lembaran awal dengan memperbaiki akhlak, moral, serta sikap. Siapapun
akan merasa tertarik jika semua sudah di koneksikan dengan sang maha Kuasa.
Sang maha pemberi petunjuk.
Transformasi
tidak menunggu kata “nanti” untuk menjadi lebih baik. Tulisan ini pun tidak diperuntukkan untuk
pemuda-pemuda pecundang, bermental kerupuk, yang masih terkekeh diatas
kursinya. Tulisan ini diperuntukkan untuk pemuda yang memiliki jiwa bergerola
tanpa asa, sebagai mujahid bangsa dan agama untuk mengguncang dunia.
SYIAR ISLAM DALAM PERBAIKAN PARADIGMA KEHIDUPAN
Pengamatan
secara keseluruhan tentang eksistensi jajaran petinggi negeri, seolah sengaja
atau tidak sengaja meredupkan visi misinya demi kemaslahatan rakyat. Loyalitas,
serta solidaritas dalam kegiatan yang “di boleh-bolehkan” oleh setiap kelompok
masyarakat, terutama kalangan pemuda, menjadi sebuah acuan dan junjungan dalam
mencapai keberhasilan duniawi. Dilain hal, begitu besarnya rasa paranoid umat Islam
sendiri, yang membatasi diri dengan pengkajian akademik dan ilmiah benuansa Islami.
Fakta yang sangat kontras dan begitu signifikan, jika dibandingkan dengan
kondisi Islam pada zaman NabiAllah Muhammad
SAW. Sangat banyak yang mengetahui, bahkan mengerti solusi menghadapi
masalah seperti diatas, tetapi dengan berbagai macam variasi alasan penundaan,
sehingga tertundalah kita dalam mencapai ridha Allah SWT. Menyebarkan sebuah
kebesaran, kemuliaan dan keagungan berlandaskan kecintaan kepada sang maha
Pencipta, disebut syiar Islam, yang kemudian menyusuri dan seharusnya dijadikan
landasan dalam setiap tatanan kehidupan perpolitikan, sosial dan berbudaya
ditengah arus globalisasi.
Fenomena
jauhnya kondisi umat Muslim saat ini karena terjangkitnya penyakit
“Al-wahn” yaitu suatu penyakit yang
cinta dunia dan takut mati, padahal orientasi sesungguhnya dalam kehidupan ini
adalah murni untuk sebuah kematian yang Allah ridhai. Dalam artian kita hidup
untuk menghidupkan sebuah kehidupan dan hidup untuk bisa bermanfaat bagi insan
lainnya. Gejala penyakit tersebut berdampak pada tatanan kehidupan setiap
individu Muslim. Baik dari segi sosial,
keuangan, dan keluarga. Terutama dari segi spiritual, yang menjadi otak atau
bahkan penunjuk dari segala landasan kegiatan kita. Jika sebuah alat penunjuk
arah sudah mulai menunjukkan kerusakan, maka jalan yang ditunjukkan pun akan
salah. Begitupun hati nurani, sebagai tempat pemrosesan sebuah niat sehingga di
stimulasikan ke otak, kemudian jadilah sebuah tindakan sesuai dengan kehendak
pemroses, yaitu hati. Jika hati sudah mulai goyah, maka tindakan yang kita
lakukanpun akan goyah pula.
Kondisi
yang mengenaskan saat ini, diperparah dengan jauhnya umat Muslim terhadap
perintah-perintah Allah, yang dikirimkan menjadi kumpulan-kumpulan surat cinta
yang selalu diabaikan, dan bahkan diragukan, yaitu Al-Qur’an , serta Hadits
Rasulullah SAW. Dalam pandangan kacamata
sosial, pengaruhnya sangat besar dari media dan teknologi yang secara tidak
langsung telah memecah umat Islam, dalam berbagai aspek kehidupan. Selain
jauhnya umat Muslim terhadap Qur’anulkarim, juga permasalahan-permasalahan lainnya
dalam berdakwah, masalah dalam menghadapi permutadan, serta masalah terhadap
sesama Muslim yang kurang perduli terhadap saudaranya, atau dengan kata lain
ukhuwah Islamiayah yang belum erat.
Siapa
Penyebab semua ini? Kapan terjadinya maslah ini? Mengapa terjadinya masalah
ini? Apa kaitannya dengan media dan Teknologi? Dan, bagaimana peran syiar
didalamnya?. Penyebab semua ini adalah kita sendiri, ya pelakunya adalah diri Muslim
sendiri. Sikap Islamophobia yang kita tanamkan dalam sanubari. Memandang Islam
dengan pandangan yang negatif, ajaran yang monolitik, statis, tertutup pada
perubahan. Islam dianggap agama yang tidak bernorma, irasional, prokekerasan,
ketidakadilan, dan segala kejelekan lainnya. Secara tidak langsung, pandangan
non-Muslim terhadap hal-hal tersebut menjadikan Islam merupakan salah satu asas
perpolitikan anti-Barat.
Berawal
mula dari perang salib yang berlangsung sangat lama, sehingga golongan non-Islam
mengetahui bahwa Al-qur’an adalah pedoman hidup para Muslim, maka dari itu mereka
gencar dalam menghancurkan dan menjatuhkan umat Muslim. Merupakan hal biasa,
jika seorang Muslim meninggalakan kewajiban hanya untuk sesuatu yang tidak
jelas, menghabiskan harta untuk yang selain mahramnya atau menghabiskan waktu
untuk melakukan hal yang tidak berguna, mengklaim bahwa menyusuri dunia maya
merupakan hal yang praktis, menciptakan paradigma-paradigma liberalis dengan
segudang alasan yang menguatkan pilihan mereka , dan segala macam hedonisme
yang dikaitkan dengan kemaslahatan kesejahteraan kedepan.
Bagi
para pemerhati perkembangan Islam, ini merupakan tugas yang sangat berat, dan
sangat susah. Mensyiarkan pondasi-pondasi Islam yang telah rapuh, tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Bukan berarti kerena sebagian besar rakyat
Indonesia adalah seorang Muslim, serta dengan mudahnya kita mengompakkan satu
suara, menyeruakkan kalimat takbir, tahmid, dan tahlil. Solusi yang paling
efektif adalah, bercermin dahulu pada diri kita sendiri, sudahkah kita
memperbaiki alat sistem pemroses kebaikan dan keburukan dalam diri kita?
Bagaimana cara yang efektif? Mungkin dengan membiasakan diri dengan Allah sang
Maha Pemberi Petunjuk, dengan cara mengkaji Al-qur’an sedikit demi sedikit,
kemudian di amalkan dalam diri sendiri, lalu kemudian dapat di sampaikan dan
diamalkan kepada orang lain.
Memulai
membiasakan diri terhadap suatu kebaikan memang terasa sangat sulit, apalagi
hal tersebut diperuntukkan untuk mengajak saudara kita yang lain menuju
kebaikan. Sangat tidak mungkin kita
secara langsung mengeluarkan pendapat-pendapat dan dalil-dalil kepada saudara
seiman yang belum tahu apapun. Sebagai contoh, menyampaikan nilai hakikat
pacaran dalam Islam, tidak serta merta kita melarangnya dengan tegas, melainkan
memasuki sistem perasaannya, kemudian menunjukkan secara perlahan ada cinta
yang lebih indah dibandingkan dengan cinta yang tidak Allah ridhai.
Kadangkala,
yang mengetahui lebih banyak pengetahuan tentang dunia Islam, hanya berkelompok
dengan golongannya saja. Secara tidak sadar, pencitraan liberalis yang notabene
mengabaikan tindakan saudara-saudarinya, merasuki beberapa golongan Muslim yang
membatasi diri mereka untuk jarang berinteraksi dengan Muslim lainnya. Padahal
mereka mengerti tentang semua itu, tetapi mereka tidak mau berbagi. Atau
bahakan mereka pernah mencoba, tetapi tidak efektif , dan kemudian tekad untuk
meluruskan ajaran Islam surut lagi. Sampai menjadi sebuah trend candaan
dikalangan pemuda sekarang “golongan yang tidak berpacaran”, atau “golongan
yang tidak berjabat tangan”. Kemudian, haruskan ke-2 julukan golongan itu harus
berhenti sampai disitu saja? Tentu saja tidak, inilah titik dimana sebuah ujian
dimulai. Jika dikoreksi kembali, saat-saat dimana kekuatan dan keikhlasan
seorang hamba Allah itu diuji, ketika seorang hamba Allah itu, berada dalam
keadaan yang sempit, dan benar-benar dalam keadaan dimana dia harus meminta
kepada Allah. Menunjukkan sikap optimis sebaik-baiknya akan membuat orang lain
terbawa, merasa bahwa ada sebuah jalan menuju kebaikan.
Tentu
dengan koreksi niat, bukan karena eksistensi semata. Semakin susah keadaan
sekarang semakin Allah ingin melihat keseriusan kita dalam membina dan
memperjuangkan Agama yang paling benar di muka bumi ini. Seorang Muslim
haruslah kreatif dalam menyebarkan, dan menanamkan syiar secara langsung dan
berkesinambungan. Memasuki sistem yang bisa menghandle atau mencakup secara
keseluruhan aktifitas suatu kelompok masyarakat.
Islam
tidak hanya mencakup aspek sosial masyarakat untuk menebarkan benih-benih syiar
dengan berbagai macam caranya. Dalam perpolitikanpun bisa bahkan harus menjadi
sebuah landasan menentukan setiap kegiatan agar adanya keselarasan antara
amanah ketatanegaraan sekaligus menjadi sebuah acuan ibadah, karena berasaskan Islam.
Bukan berarti harus melakukan Bai’at, atau mengadakan piagam “Indonesia” agar
dapat lebih mengIslamkan rakyat Indonesia. Sesuai dengan kondisi sekarang saja,
memasuki sistem-sistem yang terfokus pada rakyat, kemudian dapat mengamalkan
syiar Islam tersebut.Islam tidak menuntut setiap penganutnya harus menjadi
seorang pemimpin, tetapi wajib menjadi orang yang berpengaruh dalam setiap
amalnya, untuk mensyiarkan sistematiaka persendian suatu lembaga atau perpolitikan.
MengIslamkan rakyatlah terlebih dahulu
kemudian mengIslamkan negara. Minimal, hasil yang diperoleh adalah
masing-masing mengetahui panduan hidupnya kelak diakhirat, yaitu Al-qur’an.
Pemuda
adalah agen yang sangat berpengaruh pada perkembangan ekonomi maupun
perpolitikan di suatu negara.”Tidak usah mengurus urusan negara, biarlah yang
korup masuk neraka”, pernyataan yang tidak asing lagi para mahasiswa yang
apatis terhadap kemerosotan iman, yang merambah pada kegagalan duniawi. Majunya suatu negara dapat dilihat dari
produktivitas pemudanya. “Berikan aku 10 pemuda, maka 10 pemuda itu yang akan mengguncang
dunia” kutipan bung karno saat itu adalah doa yang harus direalisasikan bagi
para pemuda. Guncangan yang dilakukan tidak akan pernah dahsyat jika hanya 10
pemuda saja yang mengguncang dunia beserta sendi-sendinya, melainkan dengan
saling mengajarkan ilmu, dan dengan tatanan syariat Islam sebagai landasan
kehidupan, insyaAllah doa Bung Karno menjadi sebuah kenyataan.
Menjadikan
sebuah bibit-bibit pemuda yang berasaskan Islam, baik yang Islam maupun non-Islam
sebenarnya sangatlah sederhana. Pada era globalisasi saat ini, memanfaatkan
kegiatan yang sedang trend saat ini. Pendekatan melalui pendekatan secara
psikologi, ini merupakan yang paling bergengsi, yang sebenarnya penyelesaiannya
semua sudah terangkum dalam kitab suci Al-qur’an, dengan segala macam terapan
ilmu yang terdapat didalamnya. Menerapkan prinsip-prinsip sederhana dalam Islam,
seperti Tidak mudah menyerah, membangun pondasi integritas, mempositifkan
pikiran kepada Allah, mengenal karakteristik diri sendiri, dan segala macam
ilmu perbaikan yang ada dalam Al-qur’an.
Cara ini ternyata memang cukup efektif, daerah
yang menggunakan metode ini berhasil mencetak keluran-keluaran yang bisa diharapkan.
Mempunyai tujuan yang jelas ketika keluarnya. Dengan memotivasi setiap pesrta
dapat menjadi pemimpin yang baik, mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan.
Kitab apa saja yang menjelaskan penjelasan kondisi-kondisi psikologi dengan
jelas selain Al-qur’an? Ya, tentu saja tidak ada. Al-qur’an merupakan dasar
teori, sumber ilmu dari segala ilmu, dan penerapannya. Secara tidak langsung
mereka, para peserta memiliki landasan Islami, yang mengokohkan diri mereka
dalam mehadapi sesuatu yang sulit. Pencitraan yang baik, memang melalui sarana
komunikasi kepada calon-calon pemimpin masa depan. Sehingga disiplin ilmunya
dapat diterapkan dengan menyampaikan kebaikan yang sama yang telah diperoleh.
Syiar
merupakan salah satu bentuk jihad, yang merupakan cara berjuang kita menegakkan
agama Allah. Banyak cara kita menyampaikan syiar Islam. Dalam berpolitik,
misalanya dalam sebuah forum ketata negaraan, dengan memperbaiki semua sistem
yang tidak berasaskan Islam. Dalam disiplin sosial misalnya, dengan berdakwah
dengan trend masa sekarang, berbisnis, bersosialisasi, untuk mengalihkan dunia
para perinteraksi sosial terarah ke jalan yang benar, serta dalam disiplin
ilmiah, yang melakukan pendekatan syiar dengan pendekatann psikologis.
Suatu
rancangan keberhasilan umat tidak akan pernah berjalan dengan mulus, jika yang
mengoperasikan rancangan tersebut tidak ada atau patah semangat. Allah sangat
menyukai orang-orang yang berusaha dan sangat menghargai sebuah peroses. Tidak akan menjadi suatu panutan jika yang
memberi panutan sudah kalah di tengah jalan. Ingat! Allah maha baik, bahakan
terlalu baik. Allah merupakan zat yang maha Pengasih, dan Pemurah, Dia
mengetahui kita mengeluh, maka nikmat itu akan diambil-Nya, bukan berarti Allah
pelit, melainkan Ia tak mau melihat kita keteteran dengan semua yang ia
bebankan pada kita.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah “
sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya
jika mau mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan kepadamu, maka Allah
tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” (QS. Al-Baqoroh ayat 120)
Sekarang, pertanyaanya adalah, apakah kita
pantas mengeluh untuk memperjuangkan agama Allah? Banggakah kita, ketika ilmu
itu hanya kita saja yang mengetahuainya? Banggakah kita melihat kondisi saudara
dan negara kita di permainkan bagaikan pioner-pioner non-Islam? Masihkah anda
berpikir dua kali setelah membaca tulisan ini? Jawabannya bisa di tanyakan pada
diri kita masing-masing.
Langganan:
Postingan (Atom)